Bacaan Alkitab:
Markus 2: 1-12
“Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” (ayat 5).
Kasih dinyatakan melalui toleransi. Orang yang toleran itu ciri-cirinyanya mudah kooperatif dan setia kawan.
Jadi, kesetiakawan itu seperti sebuah bibit yang kalau ditanam akan tumbuh dan berbunga toleransi. Toleransi menjadi salah satu bunga indah yang ada di taman kasih Allah.
Seperti apa kesetiakawanan itu? Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi arti sebagai sebuah perasaan bersatu, sependapat, sekepentingan, solider yang ditunjukkan dalam bentuk toleransi kepada orang lain, serta bersedia mengulurkan tangan apabila diperlukan.
Di dalam kehidupan sehari-hari, setia kawan itu sama dengan solider. Tetapi ini tentu sangat berbeda dengan solidaritas sebagian para pendemo yang berunjuk rasa akhir-akhir ini di negeri kita. Mereka berdemo bukan karena dasar kesetiakawanan atau solidaritas. Mereka berdemo karena dibayar, dan tentu tidak memiliki perasaan bersatu, sekepentingan atau solider dengan para buruh. Tidak heran bunga yang muncul pun bukan sikap toleransi. Sebaliknya, bunga racun yang mengganggu dan merusak fasilitas umum.
Itu sebabnya bibit kesetiakawanan itu perlu ditabur dari saat ini di pendidikan dasar. Tujuannya agar generasi muda di negeri kita yang majemuk ini dapat mengenal dan memiliki kesetiakawanan atau solidaritas yang benar sejak dini.
Bagaimana menanam bibit kesetiakawanan ini? Caranya adalah dengan memiliki pikiran yang terbuka dan mau bertumbuh. Growth mindset! Pikiran yang mau berkembang. Pikiran yang mau menerima perbedaan. Pikiran yang mau melihat dari perspektif yang berbeda. Pikiran yang membuat seseorang mau memberikan waktu dan kesempatan kepada orang-orang lain untuk juga mengalami perubahan. Hanya orang dengan pikiran seperti inilah yang dapat menjadi setia kawan atau solider beneran.
Pikiran terbuka ini dimiliki oleh empat orang muda dari Nazareth. Kalau tidak setia kawan, tidak mungkin mereka mau bersusah payah mengulurkan tangan menolong dan menggotong temannya yang lumpuh. Berat euy! Kalau tidak setia kawan, tentu mereka akan berkata, “Cukup sampai di sini saja. Kita tidak bisa masuk lebih jauh ke dalam. Tidak ada jalan lagi. Ruangan ini penuh dengan orang. Tidak mungkin kita bisa membawanya ke Yesus.”
Tetapi keempatnya adalah orang-orang yang setia kawan beneran. Itu yang membuat mereka tetap sepikir sepakat dan tidak menyerah begitu saja demi kebaikan temannya. Tidak heran mereka sampai begitu gigih mencari jalan bagaimana dapat membawa temannya tiba tepat di hadapan Yesus. Atap rumah pun dibongkar (Markus 2: 1-12). Dari mana rasa kesetiakawanan yang gigih itu muncul? Itu muncul dari dalam, dari pikiran yang terbuka.
Pikiran keempat orang muda ini adalah pikiran yang terbuka. Terbuka pertama-tama kepada Yesus. Mereka mampu melihat dari perspektif yang berbeda. Sudah pasti mereka pernah mendengar apa yang dilakukan Yesus di kota-kota sebelumnya. Sekarang Yesus ada di kota mereka, yang juga adalah kota asal Yesus. Mereka berpikir, mungkin saja Yesus dapat juga melakukan suatu perubahan bagi temannya. Why not?
Yesus melihat pikiran mereka yang terbuka! Alkitab mencatat demikian, “Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu . . . (ayat 5).”
Pikiran yang terbuka ini berbunga toleransi yang indah. Mereka menghargai orang lain yang lebih dahulu hadir di dalam rumah itu. Mereka tidak ngotot atau memaksa masuk, tetapi terbuka dengan cara lain. Pikiran yang terbuka pada akhirnya menghasilkan buah yang manis. Yesus mengadakan mujizat di sana bagi mereka. Teman yang lumpuh menjadi sembuh.
Pikiran empat orang muda ini tidak sama dengan pikiran para ahli Taurat dan kebanyakan orang di Nazareth yang umumnya pada waktu itu memang menolak Yesus. Orang lain tidak dapat melihat apa yang ada di dalam pikiran seseorang, tetapi Yesus dapat melihatnya. Yesus dapat melihat pikiran yang terbuka dan pikiran yang tertutup kepada-Nya. Itu sebabnya sesudah menyembuhkan orang lumpuh itu, Yesus menegur para ahli taurat karena Yesus tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka (ayat 8). Karena pikiran yang tertutup ini, maka Yesus memang tidak banyak melakukan mujizat di Nazaret, di kota-Nya sendiri (Mat. 13: 58).
Melatih diri memiliki pikiran yang terbuka akan mendorong seseorang untuk mudah setia kawan atau solider dan memiliki toleransi yang tinggi. Inilah cara menanam kesetiakawanan!
---------------
Pertanyaan untuk direnungkan!
- Apa saja yang menghalangi Anda memiliki sikap toleransi kepada orang lain? Mengapa?
- Apa saja yang menjadi faktor seseorang memiliki pikiran yang tertutup (fixed mindset)?
- Bagaimana melatih diri Anda untuk memiliki pikiran yang terbuka (growth mindset)?
- Bagaimana melatih siswa atau anak Anda memiliki pikiran yang terbuka?
FOLLOW THE Sekolah Kristen Kalam Kudus Timika AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Sekolah Kristen Kalam Kudus Timika on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram